Sertifikasi halal menjadi trend bagi para pelaku usaha dalam pengembangan bisnisnya. Sertifikasi halal memberikan banyak manfaat bagi pelaku usaha seperti memberikan kepercayaan bagi konsumen, menjangkau warga muslim di luar negeri bahkan berpeluang masuk ke pasar global. Dari beberapa manfaat tersebut cukup mencuri perhatian Pelaku Usaha untuk memberikan sertifikasi halal dalam produknya.

Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar se-Indonesia, oleh karena itu produk dan layanan yang ditawarkan oleh Pelaku Usaha akan semakin meningkat dan konsistenya terjaga apabila produsen dan penjual memiliki sertifikasi halal.

Dengan demikian, Walisongo Halal Center memiliki peluang untuk memfasilitasi para pelaku usaha dalam memberikan pelayanan sertifikasi halal. Walisongo Halal Center melalui LP3H menawarkan sertifikasi halal dengan skema Self-Declare atau gratis dengan beberapa ketentuan. Munculnya tawaran ini tentu didasarkan dengan Undang-Undang Cipta Kerja tentang Kemudahan Perizinan Berusaha yang mana didalamnya termuat UU Jaminan Produk Halal. Sebelumnya, LP3H menjadi garda terdepan dalam mengimplementasikan Undang-Undang Jaminan Produk Halal No 33 Tahun 2014 yang menjelaskan Jaminan Produk Halal dalam suatu Lembaga untuk memberikan pelatihan dan membuka peluang untuk menjadi Pendamping Proses Produk Halal (PPH) yang menggawangi pendaftaran sertifikasi halal dengan skema Self Declare.

Meneruskan regulasi di atas, Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal bahwa para Pelaku Usaha mikro kecil mendapatkan peluang untuk mengajukan sertifikasi halal secara mandiri atau dikenal dengan skema Self Declare. Skema 0 rupiah ini sangat memudahkan para Pelaku Usaha dalam pengajuan sertifikasi halal, sehingga banyak pelaku usaha mikro kecil yang berbondong-bondong untuk mendaftar sertifikasi halal, sehingga  BPJPH membuka kuota setiap tahunya. Namun melihat banyak kendala di akar rumput maka ada kebijakan sertifikasi self declare bagi UMK  dapat dilakukan dengan bantuan pendamping proses produk halal. Pendamping Proses Produk Halal ini menjadi profesi tersendiri, para pendamping PPH tersebut bisa berasal dari mahasiswa, guru, karyawan hingga Masyarakat umum yang beragama Islam.

WHC melalui LP3H UIN Walisongo memberikan edukasi terkait kewajiban bersertifikat halal bagi pelaku UMK yang didasarkan atas pernyataan Pelaku Usaha (Self Declare) ditentukan menggunakan kriteria sebagai berikut.

  1. Produk tidak berisiko atau menggunakan bahan yang sudah dipastikan kehalalannya
  2. Proses produksi yang dipastikan kehalalannya dan sederhana
  3. Memiliki hasil penjualan tahunan (omset) maksimal Rp 500 Juta yang dibuktikan dengan pernyataan mandiri
  4. Memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB)
  5. Memiliki lokasi, tempat, dan alat Proses Produk Halal (PPH) yang terpisah dengan lokasi, tempat, dan alat proses produk tidak halal
  6. Memiliki atau tidak memiliki surat izin edar (PIRT/MD/UMOT/UKOT). Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) untuk produk makanan/minuman dengan daya simpan kurang dari 7 (tujuh) hari, atau izin industri lainnya atas produk yang dihasilkan dari dinas/instansi terkait
  7. Memiliki outlet dan/atau fasilitas produksi paling banyak 1 (satu) lokasi
  8. Secara aktif telah berproduksi 1 (satu) tahun sebelum permohonan sertifikasi halal
  9. Produk yang dihasilkan berupa barang (bukan jasa atau usaha restoran, kantin, catering, dan kedai/rumah/warung makan)
  10. Bahan yang digunakan sudah dipastikan kehalalannya. Dibuktikan dengan sertifikat halal, atau termasuk dalam daftar bahan sesuai Keputusan Menteri Agama Nomor 1360 Tahun 2021 tentang Bahan yang dikecualikan dari Kewajiban Bersertifikat Halal
  11. Produk tidak berisiko atau menggunakan bahan yang sudah dipastikan kehalalannya
  12. Proses produksi yang dipastikan kehalalannya dan sederhana
  13. Memiliki hasil penjualan tahunan (omset) maksimal Rp 500 Juta yang dibuktikan dengan pernyataan mandiri
  14. Memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB)
  15. Memiliki lokasi, tempat, dan alat Proses Produk Halal (PPH) yang terpisah dengan lokasi, tempat, dan alat proses produk tidak halal
  16. Memiliki atau tidak memiliki surat izin edar (PIRT/MD/UMOT/UKOT). Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) untuk produk makanan/minuman dengan daya simpan kurang dari 7 (tujuh) hari, atau izin industri lainnya atas produk yang dihasilkan dari dinas/instansi terkait
  17. Memiliki outlet dan/atau fasilitas produksi paling banyak 1 (satu) lokasi
  18. Secara aktif telah berproduksi 1 (satu) tahun sebelum permohonan sertifikasi halal
  19. Produk yang dihasilkan berupa barang (bukan jasa atau usaha restoran, kantin, catering, dan kedai/rumah/warung makan)
  20. Bahan yang digunakan sudah dipastikan kehalalannya. Dibuktikan dengan sertifikat halal, atau termasuk dalam daftar bahan sesuai Keputusan Menteri Agama Nomor 1360 Tahun 2021 tentang Bahan yang dikecualikan dari Kewajiban Bersertifikat Halal.